Maka Berlindunglah Kalian Ke Dalam Goa Niscaya Robb Kalian Melimpahkan Rahmat-Nya Kepada Kalian.
Alloh ta’ala berfirman:
Ataukah kamu mengira bahwa para penghuni Al Kahfi dan Ar Roqim (goa) itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan. (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Robb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu). Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Robb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Robb kami adalah Robb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyembah Ilah (sesembahan) selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (sesembahan). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka) Siapakah yang lebih dholim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Alloh. Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Alloh, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Robbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna untuk kalian dalam urusan kalian. (Al Kahfi: 9-16)
Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Ini merupakan pemberitahuan dari Alloh ta’ala mengenai kisah Ash-habul Kahfi secara global dan ringkas. Kemudian, setelah itu Alloh ta’ala memperincinya. Alloh ta’ala berfirman:
Ataukah engkau mengira…
..yakni, wahai Muhammad,
… bahwa para penghuni Al Kahfi dan Ar Roqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan.
Yakni, sebenarnya kejadian mereka itu tidaklah mengherankan dalam kemampuan dan kekuasaan Kami. Karena sesungguhnya penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, menundukkan matahari, rembulan dan bintang-gemintang, serta ayat-ayat besar lainnya yang menunjukkan atas kekuasaan Alloh ta’ala, dan bahwasanya Ia Maha kuasa untuk melakukan apa saja yang Ia kehendaki, dan tidak ada sesuatupun kejadian yang melebihi kejadian yang dialami Ash-habul Kahfi kecuali Ia pasti bisa melakukannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, bahwasanya Mujahid mengatakan, tentang firman Alloh ta’ala yang berbunyi:
… bahwa para penghuni Al Kahfi dan Ar Roqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan.
Yakni, telah ada ayat-ayat kami yang lebih mengherankan daripada itu.
Sedangkan Al ‘Aufi meriwayatkan, bahwa mengenai ayat yang berbunyi:
Ataukah kamu mengira bahwa para penghuni Al Kahfi dan Ar Roqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan.
.. mengenai ayat ini Ibnu ‘Abbas berkata: “Apa yang telah Aku berikan kepadamu berupa ilmu, sunnah dan kitab itu lebih utama daripada para penghuni Al Kahfi dan Ar Roqim.” Sedangkan Muhammad bin Ishaq mengatakan: “Alasan-alasan yang Aku perlihatkan kepada hamba-hamba-Ku itu lebih mengagumkan daripada peristiwa yang dialami oleh para penghuni Al Kahfi dan Ar Roqim.
Sedangkan yang dimaksud dengan Al Kahfi adalah goa yang berada di gunung yang dijadikan tempat berlindung oleh para pemuda tersebut. Adapun yang dimaksud dengan Ar Roqim, Al ‘Aufi meriwayatkan bahwasanya Ibnu ‘Abbas berkata: Ar Roqim adalah sebuah lembah yang terdapat di dekat Ailah. Demikian pula menurut pendapat ‘Ithiyah Al ‘Aufi dan Qotadah. Sedangkan Qotadah berkata: Adapun yang dimaksud dengan Al Kahfi adalah goa yang terdapat di lembah, sedangkan Ar Roqim adalah nama lembah. Sedangkan Qotadah mengatakan: Ar Roqim adalah bangunan mereka. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan, bahwa -Ar Roqim adalah lembah di mana goa mereka berada … (sampai Ibnu Katsir mengatakan) … dan ‘Abdur Rohman bin Zaid bin Aslam berkata: Ar Roqim adalah kitab. Kemudian ia membaca ayat yang berbunyi:
Kitab yang tertulis.
Dan demikianlah maksudnya secara dhohir dari ayat tersebut. Dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Beliau mengatakan: Ar Roqiim adalah bentuk Al Fa’iil yang berarti Al Marquum, sebagaimana Al Maqtuul itu juga disebut dengan Al Qotiil (artinya: terbunuh), dan Al Majruuh juga disebut dengan Al Jariih (artinya: terluka), wallohu a’lam. Sedangkan firman Alloh ta’ala yang berbunyi:
Ingatlah tatkala para pemuda itu berlindung ke dalam sebuah goa, lalu mereka berdo’a: “Wahai Robb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.
Di sini Alloh ta’ala mengkhabarkan tentang para pemuda yang lari menyelamatkan agama mereka dari kaum mereka supaya kaum mereka tidak mengeluarkan mereka dari agama yang telah mereka anut, maka mereka melarikan diri dari kaum mereka dan berlindung ke dalam sebuah goa di gunung, untuk menyembunyikan diri dari kaum mereka. Lalu tatkala mereka telah masuk ke dalam goa, mereka berdo’a, seraya memohon rahmat dan kasih sayang kepada Alloh ta’ala:
“Wahai Robb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu …
Yakni, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, yang dengannya Engkau merahmati kami dan menyembunyikan kami dari kaum kami.
… dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.
Yakni, dan tetapkanlah bahwa apa yang kami lakukan ini adalah benar, yakni, kesudahan yang kami dapatkan adalah kebenaran. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits yang berbunyi:
Dan apapun yang Engkau tetapkan kepada kami, maka jadikanlah kesudahannya adalah kebenaran.
Dan juga di dalam Al Musnad, dari riwayat Bisr bin Artho-ah, dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beilau pernah berdo’a:
Ya Alloh, perbaikilah kesudahan kami dalam segala urusan, dan selamatkanlah kami dari kehinaan di dunia dan siksaan di akherat.
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu secara benar.
Dari sini Alloh ta’ala mulai memperinci dan menjelaskan ceritanya secara detail. Maka Alloh ta’ala menyebutkan bahwasanya mereka itu adalah fityah, yakni para pemuda. Mereka menerima kebenaran, dan lebih mendapat petunjuk daripada kaum tua yang telah melampaui batas dan tenggelam di dalam agama yang batil. Oleh karena itu, kebanyakan yang menyambut seruan Alloh ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam itu adalah kaum muda, sementara kaum tua dari bangsa Quraisy, kebanyakan mereka tetap bersikukuh menganut agama mereka, dan tidak ada yang mau masuk Islam kecuali hanya sedikit. Demikianlah yang Alloh ta’ala beritakan tentang Ash-habul Kahfi, mereka adalah para pemuda.
Mujahid berkata: Telah sampai berita kepadaku bahwasanya dahulu di telinga mereka terdapat anting-anting, lalu Alloh ta’ala memberikan petunjuk kepada mereka dan memberikan mereka ketaqwaan, maka mereka beriman kepada Robb mereka, yakni mereka mengakui wahdaniyah (keesaan)-Nya, dan mereka bersaksi bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan yang hakiki) kecuali Dia.
Dan kami tambahkan petunjuk kepada mereka.
Beberapa ulama’, seperti Al Bukhori dan yang lainnya, dengan ayat ini mereka berdalil bahwasanya iman itu bertingkat-tingkat, dan dapat bertambah dan berkurang. Oleh karena itu Alloh ta’ala berfirman:
Dan kami tambahkan petunjuk kepada mereka.
Sebagaimana Alloh ta’ala juga berfirman:
Dan orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk, Alloh tambahkan kepada mereka petunjuk, dan Alloh berikan ketaqwaan kepada mereka.
Juga berfirman:
Maka, adapun orang-orang beriman, Kami tembahkan mereka dengan keimanan sedangkan mereka bergembira.
Juga berfirman:
Supaya iman mereka bertambah.
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan hal itu.
Para ulama’ tersebut juga mengatakan bahwasanya para pemuda tersebut menganut agama Al Masih Isa bin Maryam, wallohu a’lam. Namun yang dapat dipahami secara dhohir adalah bahwasanya para pemuda tersebut hidup sebelum agama Nasrani diturunkan, karena seandainya mereka menganut agama Nasrani tentu para pendeta Yahudi tidak terlalu perhatian untuk menghafal kisah dan ajaran mereka lantaran mereka mempunyai ajaran yang berbeda dengan ajaran mereka. Padahal di depan telah kami sebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menyebutkan bahwasanya orang-orang Quraisy mengutus utusan kepada para pendeta Yahudi di Madinah, meminta beberapa persoalan kepada mereka yang akan digunakan untuk menguji Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Maka para pendeta Yahudi tersebut mengirim utusan kepada orang-orang Quroisy untuk memberitahukan kepada mereka agar menanyainya tentang kisah para pemuda Ah-habul Kahfi tersebut, tentang Dzul Qornain dan tentang ruh. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan ini terabadikan di dalam kitab-kitab Ahlul Kitab, dan bahwasanya peristiwa tersebut terjadi sebelum adanya agama Nasrani, wallohu a’lam.
Adapun firman Alloh ta’ala yang berbunyi:
… dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Robb kami adalah Robb langit dan bumi …
Di sini Alloh ta’ala berfirman: Dan kami jadikan mereka tetap bersabar untuk meninggalkan kaum dan kampung mereka, dan meninggalkan kehidupan mereka yang nikmat dan bahagia. Karena sesungguhnya sebagian ahli tafsir dari kalangan salaf dan kholaf mengatakan bahwasanya para pemuda tersebut adalah anak-anak para raja dan pembesar Romawi. Mereka keluar meninggalkan kaumnya pada hari raya kaum mereka, karena mereka dahulu memiliki satu hari raya dimana pada hari itu mereka berkumpul sekali dalam setahun di luat kota. Di sana mereka menyembah patung dan thoghut, mereka menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada patung dan thoghut tersebut. Mereka memiliki seorang raja yang diktator dan keras kepala, yang bernama Diqyanus. Raja itu memerintahkan, memotifasi dan mengajak rakyatnya agar melakukan upacara peribadahan tersebut.
Maka tatkala seluruh manusia keluar menuju tempat perayaan mereka, para pemuda tersebut ikut keluar bersama bapak-bapak dan kaum mereka, dan mereka menyaksikan apa yang dilakukan oleh kaum mereka dengan mata hati mereka. Mereka mengetahui bahwa apa yang perbuat oleh kaum mereka tersebut, yang bersujud kepada berhala-berhala mereka dan mempersembahkan binatang kurban untuk berhala-berhala tersebut, yang semestinya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi, merekapun masing-masing memisahlkan diri dari kaumnya dan berbelok arah.
Orang yang pertama kali memisahkan diri di antara mereka pada waktu itu duduk sendirian di bawah naungan sebuah pohon. Lalu yang lain datang dan duduk di sampaingnya, kemudian yang lain datang lagi dan duduk di samping mereka berdua, kemudian datang lagi yang lainnya dan duduk di samping mereka, sedangkan satu sama lain mereka tidak saling mengenal, akan tetapi yang mengumpulkan mereka di tempat tersebut adalah (Alloh) yang telah mengumpulkan hati mereka dalam keimanan.
Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhori secara mu’allaq, dari Yahya bin Sa’id, ia dari ‘Amroh, ia dari ‘Aisyah rodliyallohu ‘anha, ia berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam terlah bersabda:
Ruh itu adalah tentara yang patuh, jika ruh-ruh itu saling mengenal maka ia akan bersatu, dan jika ruh-ruh itu tidak saling mengenal maka ia akan berpisah.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shohihnya, dari jalur Suhail, dari Abu Huroiroh, dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Dan dalam kata pepatah dikatakan, kesamaan jenis itu adalah penyebab perkumpulan. Intinya adalah, para pemuda itu masing-masing saling merahasiakan apa yang mereka pendam lantaran mereka takut, karena mereka tidak mengetahui bahwa mereka semua itu sama. Sampai akhirnya salah seorang di anatara mereka mengatakan: “Tahukah kalian wahai kawan-kawan, bahwa demi Alloh, sesungguhnya pasti ada sesuatu yang membuat kalian keluar dan menyendiri dari kaum kalian, maka hendaknya masing-masing kalian memperhatikan permasalahannya.”
Maka yang lain lagi mengatakan: “Adapun aku, demi Alloh aku mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh kaumku itu adalah batil, dan bahwasanya yang berhak untuk diibadahi itu hanyalah Alloh semata, tidak ada sekutu baginya, Dialah yang menciptakan langit dan bumi, serta segala sesuatu yang berada di antara keduanya.” Yang lain lagi mengatakan: “Demi Alloh, aku juga demikian.” Yang lain lagi mengatakan seperti itu juga, sehingga mereka semua bersepakat pada satu kata, menjadi satu kesatuan dan persaudaraan yang tulus.
Maka merekapun membuat satu tempat ibadah yang mereka gunakan untuk beribadah kepada Alloh ta’ala. Sampai akhirnya mereka diketahui oleh kaum mereka sehingga mereka dilaporkan kepada raja mereka, sehingga mereka dipanggil ke hadapan raja dan ditanyai perkara mereka. Maka, merekapun menjawabnya secara benar dan mengajaknya untuk beribadah kepada Alloh ta’ala. Oleh karena itu Alloh mengisahkan mereka dengan firman-Nya:
Yakni, perkara yang berguna bagi kalian. Ketika itulah mereka lari menuju goa, lalu mereka berlindung di dalamnya. Maka, rajapun merasa kehilangan dan mencari mereka. Maka konon, raja itu tidak berhasil menangkap merena dan Alloh membutakan matanya untuk melihat keberadaan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam bersama sahabatnya Ash Shiddiq tatkala keduanya berlindung di goa Tsur. Orang-orang musyrik dalam perburuannya mereka mendatangi beliau, manun mereka tidak menemukan beliau padahal mereka melewati beliau. Pada saat itulah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabatnya, Abu Bakar, ketika sahabatnya itu mengatakan kepada beliau: “Wahai Rosululloh, seandainya salah seorang di antara mereka ada yang melihat kepada tempat berpijaknya, tentu ia akan melihat kita.” Beliau bersabda: “Wahai Abu Bakar, apakah engkau tidak tahu bahwa setiap ada dua orang Alloh adalah yang ketiga dari kedua orang tersebut?” Dan Alloh ta’ala telah berfirman:
Jikalau kalian tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Alloh telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengusirnya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam goa, diwaktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah bersedih, sesungguhya Alloh bersama kita”. Maka Alloh menurunkan ketenangan kepada (Muhammad), dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Alloh menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Alloh itulah yang tinggi. Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At Taubah: 40)
Maka, kisah di goa tsur ini lebih mulia, lebih besar, lebih agung dan lebih mengherankan daripada kisah Ash-habul Kahfi.
Sayyid Quthub rohimahulloh berkata di dalam Fi Dhilalil Qur’an: “Alloh ta’ala berfirman:
Sesungguhnya mereka itu adalah para pemuda yang beriman kepada Robb mereka, maka Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.
.. dengan mengilhamkan kepada mereka bagaimana mengatur urusan mereka.
… dan Kami telah meneguhkan hati mereka …
.. sehingga hati mereka menjadi teguh dan kokoh, tenang dengan kebenaran yang telah dipahaminya. Merasa mulia dengan iman yang menjadi pilihannya,
… di waktu mereka berdiri …
Sedangkan berdiri adalah sebuah gerakan yang menunjukkan tekad dan keteguhan,
… lalu mereka berkata:”Robb kami adalah Robb langit dan bumi, …
.. karena Ia adalah Robb alam semesta ini,
… kami sekali-kali tidak beribadah kepada sesembahan selain Dia…
.. Dia adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya,
… sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran…
.. dan berarti kami telah melanggar kebenaran serta berpaling dari kebenaran.
Kemudian mereka menoleh kepada apa yang dianut oleh kaum mereka lalu mereka mengingkarinya, dan mengingkari manhaj yang mereka tempuh dalam membangun aqidah,
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai sesembahan-sesembahan. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka).
Inilah cara berkeyakinan yang benar, yaitu hendaknya seseorang itu memiliki landasan dalil yang kuat, dan alasan yang mantap dalam jiwa dan akal. Jika tidak, maka ini bukanlah keyakinan akan tetapi ini adalah kedustaan yang besar, karena hal ini merupakan kedustaan terhadap Alloh:
Siapakah yang lebih dholim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Alloh...??
Sampai di sini nampaklah sikap tegas dan jelas yang diambil oleh para pemuda itu, dengan tanpa keragu-raguan atau gagap .. sungguh mereka itu adalah pada pemuda, yang mempunyai fisik yang kuat, yang memiliki iman yang kuat, yang mengingkari ajaran kaum mereka dengan kuat…
Sungguh dua ajaran tersebut telah jelas, dua manhaj tersebut telah bertentangan, sehingga tidak ada celah untuk bertemu, atau melakukan gotong-royong dalam kehidupan. Sehingga harus lari menyelamatkan aqidah. Sesungguhnya mereka bukanlah Rosul yang diutus kepada kaum mereka sehingga mereka harus menyampaikan dan mendakwahkan aqidah yang benar tersebut kepada kaum mereka, kemudian harus menghadapi apa yang biasa dihadapi oleh para Rosul. Akan tetapi mereka itu adalah para pemuda yang memahami kebenaran di tengah-tengah kedholiman dan kekafiran.
Mereka tidak akan dapat hidup di tengah-tengah masyarakat tersebut jika mereka menyatakan aqidah mereka secara terang-terangan, selain itu mereka juga tidak bisa untuk berbasa-basi dan dan merayu kaum mereka, sehingga mereka harus ikut beribadah kepada apa yang diibadahi kaum mereka dalam rangka taqiyah (menutupi keimanan mereka) dan menutupi ibadah mereka kepada Alloh. Karena, menurut pendapat yang lebih kuat adalah sesungguhnya perkara para pemuda tersebut telah terungkap, sehingga tidak ada pilihan bagi mereka selain mereka harus lari menyelamatkan agama mereka, dan memilih berlindung di dalam goa daripada kesenangan dunia. Mereka telah bersepakat dengan berbisik-bisik di antara mereka:
Dan tatkala kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Alloh, maka carilah tempat berlindung ke dalam goa itu niscaya Robb kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian.
Di sini sirnalah keheranan hati orang-orang yang beriman. Karena, para pemuda yang memisahkan diri dari kaum mereka itu, yang meninggalkan rumah dan keluarga mereka, dan menanggalkan perhiasan hidup dan kesenangan dunia, mereka yang berlindung ke dalam goa yang sempit, kotor dan gelap itu, mereka merasa tenang dengan rahmat Alloh, dan mereka merasakan rahmat Alloh ini bagaikan sebuah naungan yang terbentang luas.
… niscaya Robb kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian.
Kata (melimpahkan) menggambarkan naungan yang luas, enak dan longgar. Sehingga goa itu terasa sangat lapang, luas dan longgar, di sana tertebar rahmat, terpancar cahaya dan terbentang naungan, dan menaungi mereka dengan lemah lembut dan kelapangan .. sesungguhnya batas-batas yang sempit telah sirna, dinding yang keras menjadi lunak, kesepian yang mencekam telah hilang, kemudian berganti dengan rahmat, kelembutan, ketenangan dan berguna.
Sungguh ini adalah iman ..
Apalah nilainya materi? Dan apalah nilainya situasi dan keadaan yang dikenal oleh manusia dalam kehidupan mereka di dunia? Sesungguhnya di sana ada sebuah alam lain, di dalam hati yang dipenuhi dengan iman, yang terhibur oleh Ar Rohman (Alloh yang Maha Pengasih), sebuah alam yang dinaungi oleh rahmat, kelembutan, ketenangan dan keridloan.”