"Mengapa Kita Kalah?"
Oleh Adian HusainiMahathir Mohammad pernah mengatakan, umat Islam seharusnya bisa belajar dari sejarah Yahudi. Apa maksudnya?
Tahun 1969, menyusul kekalahan Arab dalam Perang Tahun 1967, Dr. Yusuf Qaradhawi menulis satu buku berjudul: ”Dars an-Nukbah ats-Tsaniyah: Limadza Inhazamnaa wa Kaifa Nantashir.” (Diterbitkan di Indonesia tahun 1988 oleh Pustaka Bandung dengan judul: Mengapa Kita Kalah di Palestina?. Al-Qaradhawi menegaskan:
”Satu hal yang amat saya tegaskan di sini adalah keharusan kita untuk kembali kepada Islam. Islam yang benar. Islam yang menyeluruh yang mengembalikan diri kita – sebagaimana yang dulu pernah terjadi – menjadi sebaik-baik ummat yang pernah dihadirkan untuk seluruh ummat manusia. Tanpa kembali kepada Islam, maka nasib yang akan kita alami, sungguh amat mengerikan, dan masa depan pun akan demikian gelap gulitanya.”
Mengapa kita kalah di Palestina? Itulah pertanyaan yang sudah menggayuti kaum Muslimin sejak puluhan tahun lalu. Mengapa umat Islam yang jumlahnya sekitar 1,4 milyar jiwa tidak berdaya menghadapi kekejaman dan kebiadaban Zionis-Yahudi yang jumlahnya hanya beberapa juta saja. Perlu kita renungkan, bahwa jumlah kaum Yahudi di seluruh dunia hanyalah sekitar 15 juta jiwa.
Dalam Atlas of The World's Religions, disebutkan :
jumlah pemeluk agama Yahudi 15.050.000. Pemeluk Islam adalah 1.179.326.000, dan pemeluk Kristen 1.965.993.000. (Ninian Smart, Atlas of The World's Religions, (New York: Oxford University Press, 1999). CM Pilkington, dalam bukunya, Judaism, malah menyebut jumlah Yahudi hanya 13 juta. Mereka kini tersebar utamanya di 10 negara, yaitu USA (5.800.000), Israel (5.300.000), Bekas Uni Soviet (879.800), Perancis (650.000), Kanada (362.000), Inggris (285.000), Brazil (250.000), Argentina (240.000), Hongaria (100.000), dan Australia (97.000). (Lihat, Pilkington, Judaism, (London: Hodder Headline Ltd., 2003).
Mengapa kita kalah? Hari-hari ini kita terus menyaksikan dan meratapi saudara-saudara kita dibantai satu per satu oleh kaum Yahudi. Kita hanya bisa memanjatkan doa, berteriak, marah, protes, demonstrasi, dan menggalang dana bantuan. Itulah yang bisa kita lakukan. Kita kalah, dan tidak berdaya menghadapi kondisi yang memilukan ini. Sama dengan nasib bangsa kita yang ratusan tahun dijajah oleh bangsa-bangsa mini.
Dunia mengutuk kekejaman Zionis Israel. Namun, Israel tidak peduli. Mereka merasa kuat karena jelas-jelas didukung oleh negara adikuasa AS dan sekutu-sekutunya. Sistem PBB sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak bisa merugikan kepentingan Israel. Jika sebelumnya banyak yang menaruh sedikit harapan pada Obama, maka harapan itu kini mulai sirna. Barack Obama ternyata tak beda dengan Presiden AS lainnya yang menempatkan Israel sebagai sekutu utamanya. Kita tunggu saja, apakah setelah ia resmi memangku jabatan Presiden AS nantinya, akan ada perubahan sikap. Kita pesimis, jika melihat sikapnya selama ini terhadap Israel.
Dalam berbagai propaganda Israel mengatakan bahwa mereka melakukan kebiadaban tersebut adalah dalam rangka untuk membela diri dari serangan-serangan roket Hamas. Propaganda ini adalah sangat keterlaluan kebohongannya. Kaum Zionis dan juga AS tidak mau melihat akar masalah Pelestina itu sendiri. Palestina adalah negara yang dijajah; tanah air mereka dirampas oleh kaum Yahudi dengan dukungan Barat, khususnya Inggris dan AS. Kita perlu ingat kembali, bahwa hingga kini ada sekitar 4 juta pengungsi Palestina yang terusir dari negaranya. Masih ada yang sejak tahun 1949 mereka hidup di tenda-tenda pengungsi yang tersebar di wilayah Lebanon dan sebagainya. Mereka tidak jelas nasibnya hingga kini, apakah akan diizinkan kembali ke tanah airnya atau tidak. Hak untuk kembali (Right to Return) senantiasa ditolak Israel.
Pengusiran yahudi di Poland 1918-1939
Meskipun memberikan gambaran yang tidak terlalu tepat terhadap perkembangan Islam, Encyclopedia Judaica masih mengakui bahwa sikap muslim terhadap Yahudi jauh lebih toleran dibandingkan sikap Kristen. Kata Encyclopedia ini: ”it displayed greater tolerance than Christianity.”
Setelah mengalami berbagai kekejaman di Eropa, kaum Yahudi di wilayah Utsmani merasakan hidup di tanah air mereka sendiri. Selama ratusan tahun mereka tinggal di sana, menikmati kebebasan beragama, dan berbagai perlindungan sebagai kaum minoritas dengan status sebagai ahlu zhimmah. Selama itu, kaum Yahudi tidak berpikir untuk memisahkan diri dari Utsmani.
Pengusiran yahudi di Rusia1918-1939
Pengusiran yahudi di Perancis 1940
Kondisi Yahudi di Turki Utsmani itu begitu bertolak belakang dengan perlakuan yang diterima Yahudi di dataran Eropa, sehingga mereka harus mengungsi besar-besaran ke luar Eropa, dan terutama ke wilayah Utsmani. Padahal, ketika Spanyol berada di bawah pemerintahan Islam, kaum Yahudi juga mengalami perlakuan yang sangat baik. Sejumlah penulis Yahudi menggambarkan kondisi Yahudi di Spanyol di bawah pemerintahan Islam ketika itu sebagai suatu “zaman keemasan Yahudi di Spanyol” (Jewish golden age in Spain).
Pengusiran yahudi di Belarussioan 1939
Pengusiran yahudi di Hungari 1941
Karen Armstrong juga menggambarkan harmonisnya hubungan antara muslim dengan Yahudi di Spanyol dan Palestina. Menurut Armstrong, di bawah Islam, kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di al-Andalus. Musnahnya Yahudi Spanyol telah menimbulkan penyesalan seluruh dunia dan dipandang sebagai bencana terbesar yang menimpa Israel sejak kehancuran (Solomon) Temple. Abad ke-15 juga telah menyaksikan meningkatnya persekusi anti-Semitik di Eropa, yang kaum Yahudi dideportasi dari berbagai kota. Sebagaimana Karen Armstrong, Avigdor Levy, penulis Yahudi dari Brandeis University, mencatat tentang kisah tragis pengusiran Yahudi dari Spanyol tahun 1492.
Pengusiran Yahudi dari Jerman dan ke Amerika 1939
Dibantu Amerika & Inggris, Yahudi 1948 Mengusir warga Palestina dan mendirikan negara Israel
Roeslan Abdulgani (Menlu RI periode 24 Maret 1956--28 Januari 1957) menulis bahwa salah satu jiwa pokok dari Konferensi Asia-Afrika Bandung, tahun 1955, adalah jiwa anti-Zionisme. Dalam konferensi tersebut Zionisme Israel oleh banyak delegasi dikatakan sebagai, "the last chapter in the book of old colonialism, and the one of the blackest and darkest chapter in human history ‘bab terakhir dari buku kolonialisme kuno, dan satu di antara bab yang paling hitam dan paling gelap dalam sejarah manusia.’”
Zionisme Israel, menurut Roeslan Abdulgani, pada hakikatnya adalah bentuk dan manifestasi dari nafsu untuk merampas tanah air bangsa lain, dengan cara-cara teroris dan kejam. Negara Israel yang didirikan pada tahun 1948, tidak hanya merampas tanah air rakyat Palestina yang tak berdosa, tetapi juga mengusir penduduk aslinya dengan teror dan kekerasan. Selanjutnya Roeslan menulis:
"Zionisme boleh dikatakan sebagai kolonialisme yang paling jahat dalam zaman modern sekarang ini. Ia berbau rasialisme. Ia menyalahi agama Yahudi. Ia didukung oleh kekuatan-kekuatan internasional yang berjiwa reaksioner, baik dari kalangan Yahudi di Eropa Barat maupun di Amerika." (Roeslan Abdulgani, Indonesia Menatap Masa Depan, (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1987),
Jadi, kekejaman dan kebiadaban Zionis Yahudi memang sudah masyhur dan dimaklumi oleh dunia internasional. Mayoritas negara-negara di dunia mengutuk tindakan Israel. Tapi, AS tetap mendukung kebiadaban Israel. Di sinilah kita melihat praktik nyata kebohongan Demokrasi yang digembar-gemborkan AS dan sekutu-sekutunya. Dalam struktur PBB sendiri dilestarikan sistem yang sangat otoriter dan sangat tidak demokratis. Kekuasaan PBB untuk melakukan aksi militer diberikan kepada Dewan Kemanan; sedangkan Dewan Keamanan sendiri sudah dikuasai oleh lima anggota tetap. Jika satu saja anggota tetap itu tidak setuju dengan satu resolusi, maka resolusi itu batal. Akhirnya, yang berkuasa bukanlah suara mayoritas, tetapi AS dan sekutu-sekutunya. Inilah satu bentuk kebohongan demokrasi yang sangat telanjang. Anehnya, begitu banyak pakar saat ini yang masih rajin menyanyikan lagu demokrasi dan membanggakan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia Islam. Satu kebanggaan yang berlebihan.
Tapi, kita memang tidak akan menyelesaikan masalah dengan mengumpat dan mencaci Israel dan para pendukungnya. Kita sendiri yang harus berubah. Sebab, kita kalah bukan karena pihak luar. Kita kalah karena kita sendiri. Karena kondisi kita memang layak untuk dikalahkan. Untuk mencari jawaban bagaimana supaya kita bisa menang, maka kata Yusuf Qaradhawi, kita memang harus kembali kepada Islam. Tahun 2003 lalu, saat pembukaan KTT Organisasi Islam di Kuala Lumpur (16/10/2003), Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad kala itu juga sudah mengingatkan bahaya kekuasaan Yahudi di dunia. Mahathir mengajak umat Islam untuk melihat sejarah, bagaimana bangsa kecil yang ditindas dimana-mana selama ribuan tahun itu kini bisa menguasai dunia.
Dalam pidatonya tersebut, Mahathir Mohammad sebenarnya lebih menekankan, agar umat Islam belajar dari sejarah Yahudi. Bagaimana bangsa kecil yang mengalami penindasan selama ribuan tahun ini, berhasil survive (selamat) dan bahkan kemudian menjadi salah satu kekuatan dunia (world power). Ia menekankan, bahwa Yahudi selamat, lebih karena menggunakan “otak”, dan bukan hanya kekuatan fisik. “Muslims were up against people who think; people who survived 2000 years of pogroms not by hitting back, but by thinking.”
Yahudi, menurut Mahathir, mampu keluar dari keterpurukannya karena mereka menggunakan akalnya. Tapi, kita paham, bahwa akal saja tidaklah cukup. Yang penting juga adalah aqidah dan akhlak. Islam akan mampu meraih kemenangan jika mampu memadukan dua unsure yang tepat dalam perjuangan, yaitu kecerdasan dan keikhlasan. Betapapun hebatnya akal yang kita punya, betapa pun jitunya strategi yang kita terapkan, jika tidak dilakukan dengan keikhlasan, maka kemenangan pun tidak akan kunjung tiba. Keikhlasan dalam berjuang inilah yang memungkinkan kita mampu membuang jauh-jauh semangat ashabiyah dan golonganisme di tengah kita.
Mudah-mudahan aktivitas kita dalam berjuang membantu saudara-saudara kita di Palestina kita jalankan karena mencari keridhaan Allah; bukan untuk mencari pujian masyarakat bahwa organisasi kita termasuk yang paling aktif dalam perjuangan ini. Niat ikhlas itulah yang dinilai oleh Allah. [Solo, 2 Januari 2009/hidayatullah.com]
Dibantu Amerika & Inggris, Yahudi Zionist menyerbu Palestina, Mengusir warga Palestina dan mendirikan negara Israel dan hingga sekarang walaupun dulu judulnya pemisahan Yahudi vs Arab menjadi Israel vs Palestina. Namun pada kenyataannya palestina masih terjajah.
Ratusan ribu pengungsi yang terusir sejak 1948 masih belum kembali hingga saat ini.
DUNIA DIAM !!!
Sebagian lainnya warga palestin yg tidak dalam kem pelarian pun sebenarnya dalam kondisi dipenjara dengan dibangunnya dinding pemisah dan terisolirnya palestina dari dunia serta hilangnya "identitas Palestina". Dan yang pasti terjadilah penderitaan yg Panjang. Siapa bilang tidak ada Krisis Kemanusiaan di Gaza/Palestin?
DUNIAPUN DIAM !!!
Sekarang Israel sedang mengebom palestin dengan "bom kimia uranium"
DUNIAPUN TETAP DIAM !!!
No comments:
Post a Comment